BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bali
merupakan salah satu daerah tujuan wisata. Daya tarik Bali yang paling kuat
terdapat pada keindahan alamnya, adat istiadatnya, keramah tamahan penduduknya,
dan mayoritas penduduk Bali yang beragama Hindu. Oleh karena itu, pemerintah
provinsi Bali menitik beratkan pembangunan perekonomiannya pada sektor
pariwisata. Salah satu sarana penunjang utama pariwisata adalah hotel.
Laju
pertumbuhan pariwisata yang semakin meningkat diiringi dengan semakin
berkembangnya industri perhotelan mengakibatkan meningkatnya persaingan antara
pengusaha hotel. Hal ini mendorong pihak manajemen hotel untuk mempersiapkan
strategi-strategi terbaik agar dapat bersaing dan menjadi yang terbaik di antara para pesaingnya.
Perusahaan perlu mengukur kinerja bisnis mereka untuk mengetahui seberapa jauh
efektivitas penerapan strategi tersebut. Pengelola hotel perlu mengetahui
apakah strategi-strategi yang telah ditempuh telah berjalan dengan efektif,
efisien, ekonomis dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan dari hotel yang
dikelola.
Untuk
mencapai tujuan perusahaan, sangat diperlukan strategi yang tepat. Perencanaan strategi merupakan informasi
mengenai kinerja perusahaan pada periode-periode sebelumnya. Informasi keuangan
dan nonkeuangan merupakan informasi
umpan balik yang mengungkapkan kualitas implementasi strategi.
Selama
ini hotel hanya menitik beratkan pada aspek finansial saja sedangkan aspek nonfinansial
kurang diperhatikan karena dianggap tidak mempunyai pengaruh yang besar.
Sehingga kesuksesan diukur hanya dari keuntungan yang diperoleh.
Balanced
scorecard (BSC) dapat dijadikan pilihan yang tepat untuk menilai secara lebih
objektif tingkat kinerja hotel. BSC dapat diterapkan pada perusahaan
manufaktur, perusahaan
dagang, perusahaan jasa dan organisasi sektor publik. BSC sebagai suatu sisitem
pengukuran kinerja perusahaan yang memadukan secara komprehensif ukuran dari
aspek keuangan maupun non keuangan, digunakan untuk mengevaluasi kinerja jangka
pendek maupun jangka panjang, baik yang bersifat intern maupun ekstern
perusahaan (Mulyadi, 2002:1). Menurut
Syafrizal (2004:55),
aplikasi BSC dimulai dari akarnya yaitu pembelajaran dan pertumbuhan yang
memberikan kontribusi pada proses bisnis internal, sehingga pelanggan menjadi
puas dan pada akhirnya perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang tercermin
dalam performasi keuangan.
Untuk
pengukuran kinerja eksekutif di masa depan, diperlukan ukuran komprehensif yang
mencakup 4 (empat) perspektif, yaitu: perspektif keuangan (financial
perspective) memberi gambaran mengenai sasaran keuangan, perspektif pelanggan
(customer perspective) memberikan gambaran segmen pasar, perspektif proses
bisnis internal (internal business perspective) memberikan gambaran untuk
mencapai tujuan perusahaan, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth perspective)
(Mulyadi, 2009:5). Tujuan dan ukuran BSC dapat terwujud dengan dukungan dan
kerja sama pihak perusahaan dengan selalu mengadakan evaluasi terhadap
perusahaan itu sendiri baik di bidang pelayanan maupun fasilitas yang
disediakan, menjamin dan menjaga hubungan keselarasan antara karyawan dan
melaksanakan pekerjaan karena mereka merupakan salah satu faktor intern yang
penting bagi kelangsungan hidup perusahaan.
The
Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort terletak di tepi sungai Ayung,
tepatnya di desa Kedewatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar. The Royal Pita
Maha A Tjampuhan Relaxation Resort ini sejak didirikan sekitar tahun 1999
mempunyai bangunan berupa 42 villa dan empat buah restaurant serta
fasilitas-fasilitas lainnya. The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort
memiliki pemandangan yang sangat bagus ke sebuah lembah yang disebut lembah
Batu Kurung seluas dua hektar yang memberikan suatu pemandangan khas yang
bernuansa tropis yang alami. Pemandangan yang sulit dicari di daerah asal
wisatawan.
Selama
ini Hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort melakukan
pengukuran kinerja lebih berfokus pada kinerja keuangan. The Royal
Pita Maha A Tjampuhan
Relaxation Resort perlu menyeimbangkan penilaian kinerja yang bersifat keuangan
maupun nonkeuangan. Dari penilaian keuangan saja dirasa tidaklah cukup, karena
Hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort merupakan perusahaan
yang bergerak dibidang jasa, tentunya pelanggan sangat penting karena tanpa
pelanggan perusahaan tidak akan ada. Kunci
keberhasilan untuk meraih keberhasilan jangka panjang adalah pelayanan
yang berkualitas pada
pelanggan sehingga pelanggan puas. Perspektif proses bisnis internal merupakan
proses kerja/pelayanan pada pelanggan. Semakin baik/singkat prosesnya, maka
pelanggan akan puas dan ini berarti kinerja perusahaan baik. Perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan berfokus pada kemampuan sumber daya manusia, dalam
hal ini karyawan. Karyawan perlu dipertimbangkan dalam pengukuran kinerja
karena karyawan terlibat langsung dalam penyediaan jasa sebagai aktivitas utama
perusahaan, yaitu melayani dan memuaskan pelanggan. Oleh sebab itu, penulis ingin mengkaji
tentang analisis balance scorecard pada Hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan
Relaxation Resort.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, dapat diuraikan beberapa masalah yang akan dibahas di dalam
makalah ini, yaitu sebagai berikut: Bagaimana analisis penerapan Balances
Scorecard yang diterapkan pada Hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation
Resort jika dilihat dari perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif
bisnis internal, serta perspektif pelajaran dan pertumbuhan?
1.3. Tujuan dan Manfaat
1.3.1.
Tujuan
Berdasarkan rumusan
masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini yaitu mengevaluasi
kinerja Hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort.
1.3.2.
Manfaat
Manfaat dari penulisan
makalah ini yaitu diharapkan dapat memberikan gambaran dan pemahaman mengenai
tolak ukur kinerja perusahaan dengan menggunakan empat perspektif balanced
scorecard.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Balance Scorecard
Balanced Scorecard (BSC) adalah Pengukuran
kinerja perusahaan yang modern dengan mempertimbangan empat perspektif (yang
saling berhubungan) yang merupakan penerjemahan strategi dan tujuan yang
diingin dicapai oleh suatu perusahaan dalam jangka panjang, yang kemudian
diukur dan dimonitor secara berkelanjutan.
BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan
scorecard (kartu
skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance
keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka
panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang
bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang digunakan
untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan
untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan.
Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh.
Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh.
2.2 Perspektif dalam Balanced
Scorecard
Adapun perspektif-perspektif yang
ada di dalam BSC adalah sebagai berikut:
2.2.1 Perspektif Keuangan
BSC memakai tolak ukur kinerja
keuangan seperti laba bersih dan ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum
digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja
tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang
diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000).
Balanced Scorecard adalah suatu
metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan
non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC
dapat menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di dalam mewujudkan
pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000) sebagai
berikut:
1.
Peningkatan
customer 'yang puas sehingga meningkatkan laba (melalui peningkatan revenue).
2.
Peningkatan
produktivitas dan komitmen karyawan sehingga meningkatkanlaba (melalui
peningkatan cost effectiveness).
3.
Peningkatan
kemampuan perasahaan untuk menghasilkan financial returns dengan mengurangi
modal yang digunakan atau melakukan investasi daiam proyek yang menghasilkan
return yang tinggi.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama adalah semua perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan dan yang kedua adalah akan memberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi.Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh (growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest), di mana setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang berbeda. Growth merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini diharapkan suatu bisnis memiliki produk baru yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut.
Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan, membangun serta mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya hubungan kerja secara menyeluruh dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan. Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini adalah mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di pasar sasaran.Tahap selanjutnya adalah sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau melakukan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai adalah untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau badan usaha akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama adalah semua perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan dan yang kedua adalah akan memberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi.Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh (growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest), di mana setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang berbeda. Growth merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini diharapkan suatu bisnis memiliki produk baru yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut.
Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan, membangun serta mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya hubungan kerja secara menyeluruh dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan. Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini adalah mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di pasar sasaran.Tahap selanjutnya adalah sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau melakukan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai adalah untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau badan usaha akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini adalah untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.
2.2.2 Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan,
perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang
menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus
menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi
dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis
ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka
harus menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih
baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
Produk dikatakan bernilai apabila
manfaat yang diterima produk lebih tinggi daripada biaya perolehan (bila
kinerja produk semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan
dan dipersepsikan pelanggan). Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential
customer sehingga perlu melakukan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara
terbaik berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang ada. Ada 2 kelompok
pengukuran dalam
perspektif pelanggan, yaitu:
perspektif pelanggan, yaitu:
1.
Kelompok
pengukuran inti icore measurement group).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan, mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang telah ditargetkan. Dalam kelompok pengukuran inti, kita mengenal lima tolak ukur, yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan.
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan, mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang telah ditargetkan. Dalam kelompok pengukuran inti, kita mengenal lima tolak ukur, yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan.
2.
Kelompok
pengukuran nilai pelanggan {customer value proposition).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial yang mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini juga dapat menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial yang mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini juga dapat menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
a.
Atribut
produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, dan kualitas produk.
b.
Hubungan
dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi produk kepada pelanggan, termasuk
respon dari perusahaan, waktu pengiriman, serta bagaimana perasaan pelanggan
setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
c.
Citra
dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi perusahaan untuk
menarik pelanggan untuk berhubungan dengan perusahaan, atau membeli produk.
2.2.3 Perspektif Proses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis
yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu
menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan
memuaskan harapan para pemegang saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
Tiap-tiap perasahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan
nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum, Kaplan dan Norton (1996)
membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:
1.
Proses
inovasi.
Proses inovasi adalah bagian terpenting dalam keseluruhan
proses produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan inovasi di luar
proses produksi. Di dalam proses inovasi itu sendiri terdiri atas dua komponen,
yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan melakukan proses perancangan
produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila hasil inovasi dari
perusahaan
tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memberi tambahan pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya investasi pada proses penelitian dan pengembangan.
tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memberi tambahan pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya investasi pada proses penelitian dan pengembangan.
2.
Proses
operasi.
Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan,
mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan sampai produk dikirim ke
pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan
secara efisien, dan tepat waktu. Proses ini, berdasarkan fakta menjadi fokus
utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.
3.
Pelayanan
purna jual.
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini, dapat
berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll.
2.2.4
Perspektif
Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif
ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya,
dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.Penting bagi
suatu badan usaha saat melakukan investasi tidak hanya pada peralatan untuk
menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melakukan investasi pada infrastruktur,
yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan,
pelanggan, dan proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang
besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk
memperkecil kesenjangan itu, maka suatu badan usaha harus melakukan investasi
dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan
teknologi informasi, serta menata ulang prosedur yang ada.Perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi
intemal perusahaan, yaitu:
1.
Kapabilitas
pekerja.
KapabiLitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi
pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang
harus diperhatikan oleh manajemen:
a.
Kepuasan
pekerja.
Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk meningkatkan
produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen. Unsur
yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja adalah keterlibatan pekerja dalam
mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk mendapatkan informasi, dorongan
untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta dukungan dari atasan.
b.
Retensi
pekerja.
Retensi pekerja adalah kemampuan imtuk mempertahankan
pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan
investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja yang
bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada intellectual capital dari
perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di perusahaan.
c.
Produktivitas
pekerja.
Produktivitas pekerja merupakan hasil dari pengaruh
keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan
kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan
oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output
tersebut.
2.
Kapabilitas
sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem
inforaiasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi
yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
3.
Iklim
organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting
untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal
tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan pekerja.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Gambaran Umum Hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation
Resort
A.
Sejarah
Singkat The Hotel Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort
The Royal Pita Maha A Tjampuhan
Relaxation Resort terletak di tepi sungai Ayung, tepatnya di Desa Kedewatan,
Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar. Resort ini sejak didirikan sekitar tahun
1999 mempunyai bangunan berupa 42 villa dan empat buah restaurant serta fasilitas-fasilitas
lainnya. The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort memiliki pemandangan
yang sangat bagus ke sebuah lembah yang disebut lembah Batu Kurung seluas dua hektar
yang memberikan suatu pemandangan khas yang bernuansa tropis yang alami.
Pemandangan yang sulit dicari di daerah asal wisatawan. Pada awal operasinya
sekitar bulan Desember 2005, The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort
mempekerjakan 380 tenaga kerja. Guna lebih meningkatkan pelayanan kepada para
tamu yang menginap maka hotel ini juga dilengkapi dengan sarana Wellness and
Healing Center dan sebuah Organic Restaurant. Dengan fasilitas Wellness and
Healing Center. Sampai saat sekarang ini jasa yang diberikan oleh Resort kepada
para konsumennya adalah sarana akomondasi, restaurant, laundry, wellness and healing
serta transportasi. Dengan fasilitas yang sudah dimiliki, diharapkan mampu
untuk bersaing dalam usaha perhotelan di daerah wisata Ubud. Mengingat di
daerah Ubud dan sekitarnya banyak dibangun hotel-hotel yang berada di dekat sungai,
dimana kondisinya hampir sama dengan lingkungan di sekitar The Royal Pita Maha
A Tjampuhan Relaxation Resort.
B.
Aktivitas
Usaha Perusahaan
The Royal Pita Maha A
Tjampuhan Relaxation Resort sebagai tempat akomodasi bagi para wisatawan menyediakan
berbagai fasilitas-fasilitas untuk memuaskan para tamu sebagai berikut:
1.
Penjualan Room
The Royal Pita
Maha A Tjampuhan Relaxation Resort memiliki 42 villa terdiri dari:
10 buah
|
Healingvilla
|
30 buah
|
Pool Villa
|
1 buah
|
Royal Villa
|
1 buah
|
Royal House
|
Fasilitas yang dimiliki masing-masing
villa adalah angkul-angkul, kebun,
kolam renang dengan ukuran 4m x 12m
dengan bentuk yang sangat artistik.
2.
Penjualan Food & Beverages
The
Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort juga memiliki fasilitas restaurant
dan bar untuk menunjang aktivitas usaha yaitu:
1)
Dewata Lounge yang merupakan restaurant
utama di resort ini yang buka 16 jam. Restaurant ini melayani breakfast. lunch,
dinner dengan menu Eropa dan Indonesia.
2)
Ayung Valley Restaurant adalah restaurant
yang terletak di lantai dua gedung utama tepatnya dibawah Dewata Lounge, dibuka
untuk breakfast, lunch, dinner.
3)
Teras Bali adalah restaurant yang
terletak di lantai satu juga dibuka untuk breakfast, lunch, dinner dengan menu
khusus masakan Bali.
4)
Ayung Organic Restaurant adalah
restaurant dengan khusus menu organik, dengan bahan-bahan yang didatangkan
langsung dari kebun organik yang tanpa menggunakan pupuk kimia dan dimasak
tanpa menggunakan bumbu tradisional. Letaknya dikawasan Wellness and Healing Center
di tepi sungai Ayung.
3.
Aktivitas Minor
Aktivitas
minor dimaksud adalah aktivitas-aktivitas pelengkap sebuah resort seperti:
1)
Wellness and Healing adalah fasilitas
untuk perawatan tubuh supaya menjadi seger dengan terapi pemijatan dengan
menggunakan ramuan-ramuan tradisional berupa rempah-rempah. Juga tersedia bale
yoga untuk menunjang kegiatan tersebut.
2)
Telephone, Telex, Fax
Pihak
hotel menyedikan telepon untuk keperluan wisatawan yang ingin menggunakan jasa
telepon jarak jauh, demikian pula telex dan fax. Bebannya dikenakan pada
rekening tamu untuk dilunasi pada saat checkout.
3)
Fasilitas-fasilitas lainnya
Fasilitas
lainnya yang terdapat di The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort
adalah laundry and dry cleaning, shop dan taxi counter.
3.2.
Analisis Balanced
Scorecard pada Hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort
1.
Responden penelitian
Responden pada
penelitian ini dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Bagian reception, bagian
ini diipilih untuk menilai kinerja dari perspektif proses bisnis internal yang
menggunakan tolak ukur berupa waktu penyelesaian proses check in dan check out.
Data yang didapat berupa data yang
diperlukan untuk menyelesaikan proses check in dan check out (dalam satuan
menit) pada hotel tersebut. Receptionist terdiri dari 4 (empat) orang yang di
bagi kedalam 2 (dua) shift. Penelitian dilakukan pada tanggal 3-5 Juni 2011 karena pada saat
itu merupakan peak season.
2. Tamu hotel periode 2009
dan 2010 dipilih karena menilai kinerja dari perspektif pelanggan yang
menggunakan tolak ukur berupa Skor Nyata
Rata-rata dari lima dimensi kualitas jasa (bukti langsung, keandalan,
jaminan, daya tangkap, empati).
3. Karyawan hotel dipilih
untuk menilai kinerja dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yang
menggunakan tolak ukur berupa Indeks Kepuasan Karyawan (IKK).
2.
Penilaian Kinerja
2.a Penilaian Kinerja Perspektif Keuangan
Kinerja keuangan yang
dinilai adalah kinerja keuangan pada tahun 2009 dan 2010. Untuk menghitung
seluruh rasio-rasio keuangan yang telah disebutkan di atas, diperlukan sumber
data berupa laporan Hotel yang terdiri dari laporan laba rugi komparatif serta
neraca komparatif untuk periode yang berakhir 31 Desember 2009 dan 2010.Teknik
analisis yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan Hotel The Royal Pita
Maha A Tjampuhan Relaxation Resort adalah:
1.
Rasio likuiditas
Rasio likuiditas adalah rasio yang menganalisis
seberapa jauh sebuah perusahaan mampu bertahan hidup (Riyanto, 2001).
1. Current ratio
Rasio ini menunjukkan posisi kas dan kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban/hutang lancar.
Current Ratio =
Current Ratio tahun 2009 =
= 1,01
Current Ratio tahun 2010 =
= 1,64
Pada tahun 2009, setiap Rp1 hutang lancar perusahaan dijaminkan dengan
Rp1,01 aktiva lancar. Pada tahun 2010 setiap Rp.1 hutang lancar perusahaan
dijaminkan dengan Rp 1,64 aktiva lancar. Ini berarti kemampuan perusahaan untuk
melunasi setiap hutang lancar dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki
menunjukkan peningkatan sebesar Rp 0,63 atau sebesar 63%.
2. Quick ratio
Untuk menganalisis quick ratio tahun 2009 dan
2010 pada hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort digunakan rumus
sebagai berikut:
Quick Ratio =
Quick Ratio tahun 2009 =
= 0,81
Quick Ratio tahun 2010
=
= 1,46
Pada
tahun 2009, setiap Rp1 hutang lancar perusahaan dijaminkan dengan Rp0,81 kas
dan piutang. Pada tahun 2010 setiap Rp1 hutang lancar perusahaan dijaminkan
dengan Rp1,46 kas dan piutang. Ini berarti kemampuan perusahaan untuk melunasi
setiap Rp1 hutang lancar dengan menggunakan kas dan piutang yang dimiliki
menunjukkan peningkatan sebesar Rp0,65 atau sebesar 65%
3. Cash ratio
Untuk
menganalisis cash ratio tahun 2009 dan 2010 pada hotel The Royal Pita Maha A
Tjampuhan Relaxation Resort digunakan rumus sebagai berikut:
Cash Ratio =
Cash Ratio tahun 2009 =
= 0,34
Cash Ratio tahun 2010 =
= 0,86
Pada tahun 2009, setiap Rp1 hutang lancar
perusahaan dijaminkan dengan Rp0,34 kas. Pada tahun 2010, setiap Rp1 hutang
lancar perusahaan dijaminkan dengan Rp0,86 kas. Ini berarti kemampuan
perusahaan untuk melunasi setiap Rp1 hutang lancar dengan mengguankan aktiva lancar
yang dimiliki menunjukkan peningkatan sebesar Rp0,52 atau sebesar 52%.
2.
Rasio profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio yang digunakan
untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan baik hubungannya
dengan penjualan, aktiva maupun modal sendiri (Riyanto, 2001).
1. Return on Investment
(ROI)
Untuk menganalisis ROI tahun 2009 dan 2010 pada
hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort digunakan rumus sebagai
berikut:
ROI =
ROI tahun 2009 =
= 0,02
ROI tahun 2010 =
= 0,04
Pada
tahun 2009, untuk setiap Rp1 aktiva yang dimiliki oleh perusahaan menghasilkan
laba bersih sebesar Rp0,02 atau sebesar 2%. Pada tahun 2010, setiap Rp1 aktiva
yang dimiliki menghasilkan laba bersih sebesar Rp0,04 atau sebesar 4%. Ini
berarti terjadi peningkatan laba bersih untuk setiap Rp1 aktiva yang dimiliki
perusahaan yaitu sebesar Rp0,02 atau sebesar 2%.
2. Return on Equity (ROE)
Untuk menganalisis ROE tahun 2009 dan 2010 pada
hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort digunakan rumus sebagai
berikut:
ROE =
ROE tahun 2009 =
= 0,04
ROE tahun 2010=
= 0,06
Pada tahun 2009, setiap Rp1 modal sendiri yang
dimiliki oleh perusahaan menghasilkan laba bersih sebesar Rp0,04 atau sebesar
4%. Pada tahun 2010, setiap Rp1 modal sendiri yang dimiliki menghasilkan
keuntungan sebesar Rp0.06 atau sebesar 6%. Ini berarti terjadi peningkatan laba
bersih untuk setiap Rp1 modal sendiri yang dimiliki perusahaan yaitu sebesar Rp0,02
atau sebesar 2%.
3. Operating Income
Untuk
menganalisis ROE tahun 2009 dan 2010 pada hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan
Relaxation Resort digunakan rumus sebagai berikut:
Operating income ratio =
Operating income ratio
tahun 2009 =
= 0,02
Operating income ratio tahun
2010=
= 0,03
Pada tahun 2009, setiap Rp1 penjualan neto
menghasilkan laba operasi sebesar Rp0,02 atau sebesar 2%. Pada tahun 2010,
setiap Rp1 penjualan neto menghasilkan laba operasi sebesar Rp0,03 atau sebesar
3%. Ini berarti peningkatan laba operasi untuk setiap Rp1 penjualan neto
sebesar Rp0,01 atau sebesar 1%.
4. Cost of Goods to Net
Sales Ratio
Untuk menganalisis Cost of Good to Net Sales
Ratio tahun 2009 dan 2010 pada hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation
Resort digunakan rumus sebagai berikut:
Cost of Goods to Net Sales Ratio =
Cost of Goods to Net Sales Ratio =
= 0,45
Tahun 2009
Cost
of Goods to Net Sales Ratio =
= 0,44
Tahun 2010
Pada
tahun 2009, setiap Rp1 penjualan neto mengandung harga pokok penjualan (HPP)
Rp0,45 atau sebesar 45%. Pada tahun 2010, setiap Rp1 penjualan neto mengandung
HPP Rp0,44 atau sebesar 44%. Ini berarti Cost of Goods Sold to Net Sales Ratio
dalam kurun waktu 2009 dan 2010 turun sebesar 1%.
5. Operating ratio
Untuk menganalisis operating ratio tahun 2009
dan 2010 pada hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort digunakan
rumus sebagai berikut:
Operating ratio =
Operating ratio tahun 2009 =
= 0,98
Operating ratio tahun 2010 =
= 0,97
Pada
tahun 2009, untuk setiap Rp1 penjualan neto mengandung HPP dan biaya operasi sebesar
Rp0,98 atau sebesar 98%. Pada tahun 2010, setiap Rp1 penjualana neto mengandung
HPP dan biaya operasi sebesar Rp0,97 atau sebesar 97%. Ini berarti terjadi
penurunan operating ratio sebesar 1%.
3.
Rasio pertumbuhan
Rasio pertumbuhan adalah rasio yang digunakan
untuk mengetahui perkembangan suatu komponen laporan dari periode ke periode
(Riyanto, 2001).
1. Tingkat pertumbuhan
pendapatan
X
100 %
x 100 % = 59,95 %
Hasil
perhitungan diatas menunjukkan bahwa total pendapatan dalam kurun waktu 2009
dan 2010 menunjukkan pertumbuhan sebesar 59,95%.
2. Tingkat pertumbuhan
total harga pokok dan biaya
100%
x 100% = 57,39 %
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2009
dan 2010, total harga pokok penjualan menunjukkan peningkatan sebesar 57,39%.
3. Tingkat pertumbuhan laba
bersih
X 100 %
X 100 % = 119,55%
Rasio Keuangan Hotel Tahun 2009 dan 2010 (dalam persen)
No
|
Tolak Ukur Keuangan
|
Periode (tahun)
|
Kenaikan (Penurunan)
|
|
2009
|
2010
|
|||
1
|
Rasio Likuiditas
a. 1. Current Ratio
b. 2. Quick Ratio
c. 3. Cash Ratio
|
101,00%
81,00%
34,00%
|
164,00%
146%
86%
|
63%
65%
52%
|
2
|
Rasio Profitabilitas
1.
ROI
2.
ROE
3.
Operating Income Ratio
4.
Cost of Goods Sold to Net Sales Ratio
5.
Operating Ratio
|
2,00%
4,00%
2,00%
45,00%
98,00%
|
4,00%
6,00%
3,00%
44,00%
97,00%
|
2,00%
2,00%
1,00%
(1,00%)
(1,00%)
|
3
|
Rasio Pertumbuhan
1.
Tingkat pertumbuhan total pendapatan
2.
Tingkat pertumbuhan total harga pokok dan biaya
3.
Tingkat pertumbuhan laba bersih
|
59,95%
57,39%
119,55%
|
Dari
tabel di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum kinerja keuangan Hotel
menunjukkan peningkatan. Dengan membandingkan rasio rasio keuangan untuk kurun
waktu tahun 2009 dan 2010, dapat diketahui bahwa kinerja Hotel ditinjau dari
perspektif keuangan menunjukkan peningkatan yang berarti kinerja Hotel ditinjau
dari perspektif keuangan adalah baik.
2.b Penilaian Kinerja
Perspektif Pelanggan
Penilaian Kinerja perspektif pelanggan pada
Hotel The Royal Pita Maha A Tjampuhan Relaxation Resort mengukur kepuasan tamu
atau pelanggan yang menikmati jasa di hotel atas pelayanan yang diberikan.Teknik
analisis yang digunakan untuk menilai kinerja perspektif pelanggan adalah Skor
Nyata Rata-rata kelima dimensi kualitas jasa untuk menentukan kepuasan pelanggan.
No
|
Dimensi
|
Skor Nyata Rata-Rata
|
1
|
Bukti Langsung
|
92,55%
|
2
|
Keandalan
|
93,25%
|
3
|
Daya Tanggap
|
91,33%
|
4
|
Jaminan
|
95,25%
|
5
|
Empati
|
94,00%
|
Rata-Rata
|
93,28%
|
Dari
tabel diatas diperoleh hasil bahwa Skor Nyata Rata-rata untuk dimensi bukti
langsung, keandalan, daya tanggap, jaminan dan empati masing-masing adalah
92,55%, 93,25%, 91,33%, 95,25%,92,00%. Skor Nyata Rata-rata untuk seluruh
dimensi berada pada rentang nilai 60%≤Skor Nyata Rata-rata≤100%. Ini berarti
para pelanggan merasa puas dengan kualitas pelayanan yang disediakan Hotel.
Skor Nyata Rata-rata secara menyeluruh untuk kelima dimensi kualitas jasa adalah
93,28% yang berarti Skor Nyata Rata-rata secara menyeluruh berada pada interval
60%≤Skor Nyata Rata-rata≤100%. Hasil perhitungan tersebut memperlihatkan bahwa
para pelanggan puas dengan kualitas pelayanan yang disediakan oleh Hotel dan
kinerja dari perspektif pelanggan adalah baik.
2.c Penilaian Kinerja
Perspektif Proses Bisnis Internal
Teknik analisis yang digunakan dalam menilai
kinerja dari perspektif proses bisnis internal adalah dengan menggunakan
Service Cycle Efficiency (SCE) dan hanya dibatasi pada pengukuran efektivitas
waktu proses, dalam hal ini waktu dalam penyelesaian proses check in dan check
out. SCE adalah perbandingan antara waktu yang berkaitan dengan value added
activity dalam transaksi check in atau check out dengan waktu total untuk
memproses transaksi check in atau check out (waktu yang berkaitan dengan value
added activity dan non value added activity).
Waktu bernilai tambah adalah waktu standar
pemrosesan check in maupun check out. Throungput time terdiri dari pengisian
formulir registrasi, pemrosesan voucher, pemberian passport, dan input data
untuk proses check in sedangkan untuk proses check out terdiri dari pengecekan
tagihan ke masing-masing outlet, mengecek tagihan (bill), menerima pembayaran.
Data tamu yang memesan kamar melalui travel
agent seharusnya telah diproses oleh pihak Hotel. Pengisian formulir registrasi
seharusnya tidak
diperlukan karena data-data yang diperlukan
telah tersedia pada voucher dari tamu yang bersangkutan. Waktu rata-rata
penyelesaian proses check in yaitu 3-5 Juni 2011 sehingga dapat dihitung:
SCE =
= 0,61
Sehingga dapat disimpulkan bahwa SCE untuk
proses check in belum mencapai 1 dan hanya sebesar 0,61. Ini berarti ada 39%
aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value added activity).
Hotel sudah menerapkan system online untuk memproses
tagihan tamu.
Jika sistem ini difungsikan sebagaimana mestin
ya, maka pengecekan tagihan ke masing-masing outlet tidak perlu lagi dan dalam
hal ini berarti aktivitas tersebut bisa digolongkan menjadi aktivitas yang
tidak bernilai tambah (non value added activity). Waktu rata-rata penyelesaian
check
out yaitu 3-5 Juni 2011 sehingga dapat dihitung:
SCE =
= 0,64
Sehingga dapat dilihat bahwa SCE untuk proses
check out belum mencapai 1 dan hanya sebesar 0,64. Ini berarti ada 36% aktivitas
yang tidak bernilai tambah (non value added activity). Hasil perhitungan SCE
dalam hal ini waktu rata-rata check in dan check out di Hotel, menunjukkan
kinerja Hotel masih perlu ditingkatkan karena SCE untuk proses check in maupun
check out masih kurang dari 1. Ini berarti masih ada non value added activity.
Jadi kinerja Hotel dilihat dari perspektif proses bisnis internal masih perlu
ditingkatkan.
2.d Penilaian kinerja
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Teknik analisis yang digunakan untuk menilai
kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah dengan menggunakan
Indeks Kepuasan Karyawan (IKK) berdasarkan lima unsur yang menentukan kepuasan
kerja yaitu unsur kerjaa secara mental, ganjaran, kondisi kerja, rekan kerja,
dan kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan.
Tingkat atau derajat
kepentingan factor atau unsur penentu kepuasan karyawan.
No
|
Dimensi
|
Bobot
|
1
|
Kerja secara mental
|
19,88 %
|
2
|
Ganjaran
|
20,40%
|
3
|
Kondisi kerja
|
19,78%
|
4
|
Rekan kerja
|
19,94%
|
5
|
Kesesuaian kepribadian
dengan pekerjaan
|
20,00%
|
Total
|
100%
|
Berdasarkan Tabel diatas dapat diketahui bahwa faktor atau penentuan kepuasan kerja yang mendapat bobot yang paling tinggi adalah ganjaran yaitu dengan bobot 20,40%. Ini berarti ganjaran merupakan faktor atau unsur yang terpenting dalam membentuk kepuasan kerja, sedangkan faktor atau unsur kondisi kerja mendapatkan bobot yang paling rendah yaitu sebesar 19,78%. Hal ini berarti faktor atau unsur kondisi kerja kurang menentukan dalam membentuk kepuasan kerja dibandingkan dengan keempat faktor lainnya.
Perhitungan Indeks
Kepuasan Karyawan Berdasarkan Penilaian
Responden
No
|
Dimensi
|
bobot
|
Skor kinerja rata-rata
|
Skor harapan rata-rata
|
selisih
|
Bobot x selisih
|
1
|
Kerja secara mental
|
19,88%
|
3,97
|
5,00
|
-1,03
|
-0,20
|
2
|
Ganjaran
|
20,40%
|
4,08
|
5,00
|
-0,92
|
-0,19
|
3
|
Kondisi kerja
|
19,78%
|
4,06
|
5,00
|
-0,94
|
-0,18
|
4
|
Rekan kerja
|
19,94%
|
4,10
|
5,00
|
-0,90
|
-0,17
|
5
|
Kesesuaian kepribadian
dengan pekerjaan
|
20,00%
|
4,01
|
5,00
|
-0,99
|
-0,19
|
Rata-rata menyeluruh
|
20,00%
|
4,04
|
5,00
|
-0,96
|
-0,19
|
Perhitungan Indeks
Kepuasan Karyawan Tertinggi yang Mungkin
Dicapai
No
|
Dimensi
|
Bobot
|
Skor kinerja rata-rata
|
Skor harapan rata-rata
|
selisih
|
Bobot x selisih
|
1
|
Kerja secara mental
|
19,88%
|
5,00
|
5,00
|
0,00
|
0,00
|
2
|
Ganjaran
|
20,40%
|
5,00
|
5,00
|
0,00
|
0,00
|
3
|
Kondisi kerja
|
19,78%
|
5,00
|
5,00
|
0,00
|
0,00
|
4
|
Rekan kerja
|
19,94%
|
5,00
|
5,00
|
0,00
|
0,00
|
5
|
Kesesuaian kepribadian
dengan pekerjaan
|
20,00%
|
5,00
|
5,00
|
0,00
|
0,00
|
Rata-rata menyeluruh
|
20,00%
|
5,00
|
5,00
|
0,00
|
0,00
|
Perhitungan Indeks Kepuasan Karyawan Terendah yang Mungkin
Dicapai
No
|
Dimensi
|
Bobot
|
Skor kinerja rata-rata
|
Skor harapan rata-rata
|
selisih
|
Bobot x selisih
|
1
|
Kerja secara mental
|
19,88%
|
1,00
|
5,00
|
-4,00
|
-0,79
|
2
|
Ganjaran
|
20,40%
|
1,00
|
5,00
|
-4,00
|
-0,81
|
3
|
Kondisi kerja
|
19,78%
|
1,00
|
5,00
|
-4,00
|
-0,80
|
4
|
Rekan kerja
|
19,94%
|
1,00
|
5,00
|
-4,00
|
-0,80
|
5
|
Kesesuaian kepribadian
dengan pekerjaan
|
20,00%
|
1,00
|
5,00
|
-4,00
|
-0,80
|
Rata-rata menyeluruh
|
20,00%
|
1,00
|
5,00
|
-4,00
|
-0,80
|
Perhitungan:
1. Menentukan IKK tertinggi
dan IKK terendah yang mungkin dicapai:
a = IKK tertinggi yang mungkin dicapai = 0,00
b = IKK terendah yang mungkin dicapai = -0,80
2. Menentukan daerah nilai
Daerah nilai (r) = a – b = 0,00 – (-0,80) = 0,80
3. Menentukan interval
nilai
Interval nilai (c) =
=
= 0,16
4. Menentukan rentang nilai
masing-masing kriteria penilain
b + 4c ≤ IKK ≤ a → -0,16 ≤ IKK ≤ 0,00 berarti
karyawan sangat puas terhadap situasi dan kondisi kerja di Hotel (kinerja
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah sangat baik)
b + 3c ≤ IKK ≤ b + 4c → -0,32 ≤ IKK ≤ -0,16
berarti karyawan puas terhadap situasi dan kondisi kerja di Hotel (kinerja
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah baik)
b + 2c ≤ IKK ≤ b + 3c → -0,48 ≤ IKK ≤ -0,32
berarti karyawan cukup puas terhadap situasi dan kondisi kerja di Hotel
(kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan cukup baik)
b + c ≤ IKK ≤ b + 2c → -0,64 ≤ IKK ≤ -0,48
berarti karyawan tidak puas terhadap situasi dan kondisi kerja di Hotel
(kinerja perspektif pembelajaran dan pertumbuhan tidak baik)
b ≤ IKK ≤ b + c → -0,80 ≤ IKK ≤ -0,64 berarti
karyawan sangat tidak puas terhadap situasi dan kondisi kerja di Hotel (kinerja
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan sangat tidak baik)
a. IKK (Indeks Kepuasan
Karyawan) untuk unsur kerja secara mental, ganjaran, kondisi kerja, rekan kerja
dan kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan masing-masing adalah -0,20; -0,19;
-0,18; -0,17; -0,19 berada di interval . -0,32 ≤ IKK ≤ -0,16. Ini berarti
karyawan puas terhadap pekerjaan yang mereka lakukan ditinjau dari aspek kerja
secara mental, ganjaran, kondisi kerja, rekan kerja serta kesesuaian
kepribadian dengan pekerjaan.
b. Rata-rata Indeks
Kepuasan Karyawan dari kelima unsur pembentuk kepuasan kerja adalah -0,19 yang
berada pada interval -0,32 ≤ IKK ≤ -0,16 yang berarti karyawan puas terhadap
situasi dan kondisi kerja Hotel. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja Hotel
ditinjau dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan adalah baik.
Terimakasih, cukup lengkap perhitungannya. Mohon izin saya Copy.
BalasHapusmohon izin copy ya, terima kasih & semoga berkah bagi penulis
BalasHapusizin copy ya
BalasHapusmakasih banyak kak, ngebantu banget buat ngerjain tugas
BalasHapuska, boleh minta sumber dari makalah di blog kaka, aku ada tugas, perlu sumber untuk lampirannya. Mohon dibantu kak, terima kasih.
BalasHapusIni klau aku ngirim komentar masih di baca dan di jawab gak yah ?
BalasHapusmau nanya itu yg bagian akhir nmor 3. Menentukan interval nilai = 0,16 cara dapatnya gmna yah
apa ada rumus2 yg gak kebaca di hpku atau gmna . Tolon penjelasannya dong .
makasih.....
Wynn hotel review 2021 | JSH Hub
BalasHapusWynn Hotel Review 2021 군포 출장샵 · 1. The 충청북도 출장마사지 Buffet at Encore Las Vegas 진주 출장마사지 · 2. The Wynn Tower Suites at Encore · 3. The Spa at 거제 출장샵 Caesars Palace · 원주 출장마사지 4. The Wynn